Maybe its not about the happy ending.
Maybe its about the story…
Suatu hari dalam hidupku, kau dan aku bertemu. Masih jelas
diingatanku sosokmu yang memukauku. Lidahku jadi kelu, mulutku terkatup rapat
karena malu. Setiap malam, bayangmu menari-nari dalam benakku. Ada sejuta
alasan mengapa aku begitu memujamu. Kau menyinari relung gelap hatiku. Kau
satu-satunya orang yang ingin ku rengkuh. Kau yang bertanggung jawab atas
segala rindu. Kau adalah yang teristimewa bagiku. Tanda-tandanya sudah jelas, aku
menyukaimu.
Orang bilang, pertemuan pertama selalu kebetulan.
Tapi, bagaimana caramu menjelaskan pertemuan-pertemuan kita
selanjutnya?
Apakah Tuhan campur tangan didalamnya?
Kita bukanlah dua garis yang sengaja bertabrakan. Sekeras
apapun usaha kita berdua untuk saling menjauhkan diri dan menjauhkan hati pada
akhirnya akan bertemu kembali.
Aku tak berharap akan berpisah denganmu dengan cara yang
seperti ini. Tapi tekad ku begitu tegas dan bahkan aku sendiri tak bisa
menyangsikannya.
Bukan, bukannya aku ingin melupakanmu. Bagaimana mungkin,
kau adalah yang terbaik didalam hidupku. Kau yang menyunggingkan senyum
diwajahku, kau juga yang menghapus air mata dari kedua pipiku.
Setelah bertahun-tahun lamanya, takdir mempertemukan kau dan
aku lagi. Berdiri, berhadap-hadapan, dan sama-sama bingung memulai percakapan.
Harusnya “Apa kabar?” dan “Aku selalu memikirkanmu” bisa dengan mudah meluncur
dibibir kita. Tapi, kau bergeming ditempatmu berdiri dan aku tak kan
mengizinkanmu melihatku meneteskan air mata rindu. Aku menutup rapat-rapat hati
dan menyembunyikan kuncinya sejauh mungkin darimu. Tak ingin kau menyentuhku
semudah itu. Tak akan membiarkanmu memelukku seerat dulu. Kulawan semua godaan
yang menghampiriku dan ingin pergi jauh-jauh darimu… meskipun yang kulakukan
justru berusaha menahanmu disisiku lebih lama lagi.
Tak terhitung sudah berapa kali ini terjadi…
Jatuh dan membuatku merasa kecil didunia ini. Membuatku
berhenti untuk percaya orang lain. Membuatku pesimis terhadap cinta. Seperti
burung yang baru terbang, dunia menyuruhku untuk belajar segalanya dalam waktu
singkat. Aku dipaksa untuk menentukan
semuanya seorang diri. Tiba-tiba saja, hidup dewasa tidak semenyenangkan
dipikiranku selama ini. Tapi, kau selalu siap berdiri dibelakangku. Kau tetap
menyemangati dan berkata semuanya baik-baik saja.
Kau membuatku sadar…
Ternyata sejak awal, aku tak pernah dibiarkan sendirian.
0 komentar:
Posting Komentar