Selasa, 08 Oktober 2013

Happy Ending or Sad Ending (?)



Maybe its not about the happy ending.
Maybe its about the story…

               Suatu hari dalam hidupku, kau dan aku bertemu. Masih jelas diingatanku sosokmu yang memukauku. Lidahku jadi kelu, mulutku terkatup rapat karena malu. Setiap malam, bayangmu menari-nari dalam benakku. Ada sejuta alasan mengapa aku begitu memujamu. Kau menyinari relung gelap hatiku. Kau satu-satunya orang yang ingin ku rengkuh. Kau yang bertanggung jawab atas segala rindu. Kau adalah yang teristimewa bagiku. Tanda-tandanya sudah jelas, aku menyukaimu.

Orang bilang, pertemuan pertama selalu kebetulan.
Tapi, bagaimana caramu menjelaskan pertemuan-pertemuan kita selanjutnya?
Apakah Tuhan campur tangan didalamnya?
Kita bukanlah dua garis yang sengaja bertabrakan. Sekeras apapun usaha kita berdua untuk saling menjauhkan diri dan menjauhkan hati pada akhirnya akan bertemu kembali.
Aku tak berharap akan berpisah denganmu dengan cara yang seperti ini. Tapi tekad ku begitu tegas dan bahkan aku sendiri tak bisa menyangsikannya.

              Bukan, bukannya aku ingin melupakanmu. Bagaimana mungkin, kau adalah yang terbaik didalam hidupku. Kau yang menyunggingkan senyum diwajahku, kau juga yang menghapus air mata dari kedua pipiku.
              Setelah bertahun-tahun lamanya, takdir mempertemukan kau dan aku lagi. Berdiri, berhadap-hadapan, dan sama-sama bingung memulai percakapan. Harusnya “Apa kabar?” dan “Aku selalu memikirkanmu” bisa dengan mudah meluncur dibibir kita. Tapi, kau bergeming ditempatmu berdiri dan aku tak kan mengizinkanmu melihatku meneteskan air mata rindu. Aku menutup rapat-rapat hati dan menyembunyikan kuncinya sejauh mungkin darimu. Tak ingin kau menyentuhku semudah itu. Tak akan membiarkanmu memelukku seerat dulu. Kulawan semua godaan yang menghampiriku dan ingin pergi jauh-jauh darimu… meskipun yang kulakukan justru berusaha menahanmu disisiku lebih lama lagi.


             Tak terhitung sudah berapa kali ini terjadi…

             Jatuh dan membuatku merasa kecil didunia ini. Membuatku berhenti untuk percaya orang lain. Membuatku pesimis terhadap cinta. Seperti burung yang baru terbang, dunia menyuruhku untuk belajar segalanya dalam waktu singkat.  Aku dipaksa untuk menentukan semuanya seorang diri. Tiba-tiba saja, hidup dewasa tidak semenyenangkan dipikiranku selama ini. Tapi, kau selalu siap berdiri dibelakangku. Kau tetap menyemangati dan berkata semuanya baik-baik saja. 


             Kau membuatku sadar…
             Ternyata sejak awal, aku tak pernah dibiarkan sendirian.

0 komentar:

Posting Komentar